Pengusaha Sukses di Indonesia
NAMA KELOMPOK : Donna Yusshinta
(53214246)
Guita Arum Sari (54214618)
Linda Dwi Wiratia (56214080)
Kelas : 2DF01
Mata Kuliah : Kewirausahaan
Jurusan : Manajemen
Keuangan
BOB SADINO
Profil dan
biodata Bob Sadino
Nama : Bob
Sadino
Lahir :
Tanjung Karang-Lampung, 9 Maret 1993
Agama : Islam
Pendidikan
SD : Yogyakarta
(1947)
SMP : Jakarta (1950)
SMA : Jakarta (1953)
Karir
Karyawan Unilever (1954-1955)
Karyawan Djakarta Llyod, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)
Dirut PT Boga Catur Rata
PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
PT Kem Farms (kebun sayur)
Alamat rumah
Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan. Telp: 793981
Bob Sadino atau akrab di panggil om Bob adalah
seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan
peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam
banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan
celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga
yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu
orangtuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh
harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap
hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya
untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan
menetap selama kurang lebih 9 tahun. Disana, ia bekerja di Djakarta Lylod di
kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob
bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke
Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah
satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan
sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di
Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki
tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan
pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil
Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu
ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah.
Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi
tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp. 100. Ia pun sempat mengalami depresi
akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu
hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang
dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi
berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat
ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai
peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor.
Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan,
terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa inggris. Bob dan istrinya
tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, dimana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak
jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun
mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun
terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama
kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar
swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek
dan celana pendek.
Bisnis
pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya
holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di
indinesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa
daerah.
Bob
percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan.
Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkirbalik.
Baginya uang bukan yang nomer satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani
mencari dan menangkap peluang.
Di
saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu
baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang
telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat
rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “yang paling penting tindakan” kata
Bob.
Keberhasilan
Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke
lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses
keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian
praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut
Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berfikir dan bertindak serba canggih,
arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau
mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih
simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan
akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani
pelanggan sebaik-baiknya.
Bob
menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem
Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan
kekuatan.
Modal
yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan 1960-an. Satu ia jual untuk
membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang
sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan
Bob sendiri sopirnya.
Suatu
kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita
kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. “hati saya ikut hancur” kata Bob.
Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal,
kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris
di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, “Sayalah
kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk
menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya,
Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: ia berhasil menjadi pemilik
tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada
Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah “warung” shaslik
di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata
per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70
ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
“saya
hidup dari fantasi” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak
ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000
per kilogram. “Dimana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu”
kata Bob.
Om
Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis
makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya.
Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macem-macem.
Haji
yang berpenampilan nyetrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz.
Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.
AFIANI PUSPITASARI
Peluang usaha bakso memang sudah umum
dilakukan oleh banyak orang dan hampir di setiap tempat kita bisa temukan
warung bakso. Namun jika mencari contoh wirausaha bakso yang berhasil dan
sukses dan omsetnya puluhan juta, tentu tidak mudah ditemukan. “Bakso raket”
begitulah orang menyebutnya. Bakso raket merupakan salah satu usaha bakso yang
telah sukses membangun bisnis kuliner hingga beromset ratusan juta.
Contoh wirausaha ini adalah Afiani
Puspitasari, wanita muda pemilik usaha bakso raket yang memulai bisnis bakso
dilandasi keinginan untuk mempunyai sebuah usaha kuliner. Meskipun ia tak punya
latar belakang boga dan minim pengalaman dalam bisnis kuliner ia pun memulai
usaha bakso ini. Bakso dipilih sebagai usahanya karena justru sudah banyak
orang yang melakoni usaha tersebut. Tetapi Afiani mencoba memodifikasi bakso
yang sudah umum dipasarkan.
Hasil eksperimennya menghasilkan bakso yang
tidak berbentuk bulat seperti bakso umumnya, namun berbentuk gepeng tak beraturan.
Dari bentuknya tersebut sang ibu nyeletuk nama bakso raket. Dari situlah
akhirnya ia menamakan bakso raket sebagai nama produknya. Awalnya produk
baksonya ini disukai oleh anggota keluarganya dan ia pun semakin yakin untuk
membuka usaha bakso.
Contoh wirausaha ini, modal usaha awalnya
hanya Rp 500.000 saja ia mulai menjalankan usaha bakso. Modal tersebut
dipergunakan membeli bahan baku membuat bakso. Afiani pun membuka warung bakso
raket di gerai sparepart yang dikelola ayahnya di Rambutan Jak-Tim. Dalam
menjalankan usahanya Afiani gencar melakukan promosi, salah satunya dengan
membagikan voucher gratis makan bakso di warungnya.
Voucher itu dibagikan di kantor dekat
rumahnya. Respon pengunjung saat itu cukup bagus dan terkesan dengan bentuk
bakso yang aneh. Pada bulan pertama omset usaha bakso mencapai Rp1.3 juta
rupiah. Meski demikian, perjalanan dari Contoh wirausahabakso Afiani tidaklah
berjalan mulus, di tahun 2010 tidak hanya usaha bakso yang surut namun juga
usaha sparepart ayahnya. Ia berusaha keras agar usaha baksonya tetap bisa
eksis.
Banyak yang berkata “Sarjana UI kok menjadi
tukang bakso” mengingat statusnya yang lulusan UI. Perubahan pun dilakukan,
bekas tempat usaha sparepart ayahnya dirombak dan direhab total. Dengan modal
Rp 4 juta hasil pinjaman dari saudara. Dengan perombakan ini ternyata punya
hasil yang bagus, omsetnya meningkat menjadi Rp 1.5 juta sehari.
Bagi Afiani kunci keberhasilan Contoh
wirausaha bakso ini terletak pada kebersihan, pelayanan, serta brand yang lebih
terlihat & menarik perhatian. Selain itu Afiani juga memiliki varian produk
bakso yang beragam misalnya Bakso Raket Panggang madu, Bakso Raket Panggang
keju, Mie Ayam Bakso Raket Panggang keju dll.
Di Tahun 2011 usaha bakso raket Afiani pindah
ke PGC (Pusat Grosir Cililitan), meski demikian usahanya tetap dicari
pelanggan. Meski di awal-awal bulan omsetnya menurun namun di bulan-bulan
berikutnya meningkat kembali. Selain pindah lokasi Bakso Raket membuka cabang
di Jl. Raya Tanjung Barat. Dengan penambahan cabang ini maka omsetnya pun
semakin bertambah. Kini Afiani bisa memperoleh omset lebih dari 100 juta perbulan
RIEZKA RAHMATIANA
Menjadi seorang pewirausaha butuh perjuangan
ekstra keras untuk mendapatkan kesuksesan. Riezka Rahmatiana, pemilik usaha
Justmine Pisang Ijo, termasuk salah satu perempuan yang mengalami jatuh bangun
dalam mencapai kesuksesannya.
Sebelum sukses, Riezka sempat mengalami
kegagalan dalam berbagai bisnis seperti bisnis kafe, booth makanan, network
marketing, dan membuatnya terlilit banyak utang. Dengan sisa uang yang
dimilikinya, Riezka pun mendapat ide untuk menjual es pisang ijo asli Makassar
pada tahun 2008.
"Bisnis
ini saya mulai dengan modal Rp 150.000 yang digunakan untuk bahan baku membuat
pisang ijo," ungkap Riezka, saat pembukaan Ernst &Young
Entrepreneurial Winning Women 2013 di Jakarta, beberapa waktu lalu. Ia mencari
resep pisang ijo yang paling cocok dengannya, termasuk belajar langsung dari
pemilik restoran Makassar.
"Tantangan
kembali dihadapi karena orangtua tidak setuju kalau saya jualan pisang ijo.
Namun, saya tetap kekeuh mau usaha ini karena saya yakin pasti sukses,"
tambahnya.
Dengan
kepercayaan diri dan keyakinan akan sukses, Riezka bertekad melanjutkan
usahanya. Hasilnya, setelah dua bulan usahanya mulai terlihat hasilnya, dan
disukai pasar. Ia pun lantas menambah varian es pisang ijonya dengan rasa
cokelat, vanila, strawberry, dan durian.
Tahun
2009, Riezka sudah memiliki tiga cabang pisang ijo di kawasan Bandung. Tahun
itu juga ia mulai mengubah sistem penjualan pisang ijonya menjadi sistem
kemitraan. Sistem kemitraan ini dikembangkan menjadi salah satu cara
pemberdayaan masyarakat sekitar untuk meningkatkan pendapatan tanpa harus repot
memikirkan resep makanan dan proses pembuatannya.
Kesuksesan wirausahanya ini membuatnya meraih
berbagai penghargaan seperti
- The Young Entrepreneur Award,
- Top 15 Franchises Best Choice,
- Ernst & Young Entrepreneurial Wining Women 2012,
Riezka
mengungkapkan untuk mendapatkan kesuksesan, Anda tidak boleh egois saat mewujudkan
impian Anda.
"Setiap
orang punya impian untuk punya usaha dan sukses. Namun ketika hanya memikirkan
kesenangan dan ambisi pribadi, usaha Anda bisa saja hancur dan putus asa. Anda
membangun usaha dengan impian untuk membahagiakan keluarga, sehingga ketika
gagal Anda akan terus termotivasi untuk bangkit dan sukses," tambahnya.
ROTI BAKAR EDDY
Ragam kuliner kaki lima yang kini menjadi
besar dengan banyak cabang dan semakin dikenal konsumen menjadi bukti kejelian
pebisnis berkreasi atas produk yang ditawarkan. Sebut saja Roti bakar Eddy yang
memiliki ciri khas sendiri. Mengawali usahanya tahun 1972 sang pemilik, Eddy
Supardi merintis usaha dengan tenda di pinggir jalan.
la meramu rotinya dengan tekstur yang besar
dan lembut. Dicampur dengan berbagai macam rasa seperti taburan keju yang
menggunung dan pisang yang sudah dipanggang membuat rasa roti sangat padat dan
kental.
Garingnya roti ditambah dengan sedikit susu kental
manis yang lumer membuat roti bakar ini terasa sangat spesial. Roti bakar yang
sudah terkenal di seluruh Jakarta ini mempekerjakan karyawan hingga 80 orang
dan sudah dijalankan oleh generasi kedua. Kini Roti bakar Eddy memiliki
beberapa cabang, seperti di Ciputat, Senayan dan Mampang Jakarta Selatan serta
cabang di daerah Depok, Cibubur, dan Pondok Gede, Jakarta Timur.
Eddy Supardi pertama kali membuka kedai roti
bakar di Jalan Hassanudin (sekarang di lokasi Pasaraya Blok M Jakarta Selatan).
Namun harus pindah lokasi hingga 13 kali karena diusir aparat. Penyebabnya
karena terlalu ramai sehingga sering kali suasana ramai tersebut membuat
lingkungan sekitar protes.
Kejelian memilih lokasi memang merupakan
kesuksesan usaha kaki lima dan Roti bakar Eddy sejak awal membuat konsep warung
tenda kaki lima. Ada beberapa lokasi yang tepat dipilih bagi usaha kuliner kaki
lima, yaitu kampus, daerah perkantoran, dan sekitar pusat perbelanjaan
tradisional atau modern.
Strategi lain yang diterapkan Rob Bakar Eddy
adalah sejak awal menerapkan konsep sebagai tempat nongkong khususnya kalangan
anak muda. Dengan konsep tempat nongkrong, maka Roti bakar Eddy buka dengan
jangka waktu cukup lama dari pukul 5 sore hingga menjelang pagi pukul 2
dinihari, tak heran kalangan anak muda yang memang hobi nongkrong bisa leluasa
nongkrong di warungnya.
DAEBAK FAN CAFE
Daebak adalah restoran korea pertama yang
mengusung konsep Fan Cafe di Indonesia. Dengan kata lain Daebak adalah The First
Korean Fan Cafe in Indonesia. Daebak pertama kali dibuka di Jalan Margonda Raya
Depok tanggal 23 Februari 2013. Konsep Korean Fan Cafe memiliki tujuan
memberikan pengalaman tidak terlupakan bagi para pecinta Korea, baik suka Korea
Karena Kpop, Drama, Pariwisata, atau terlebih lagi karena Kulinernya. Nuansa
dan suasana Fan Cafe yang di Daebak begitu kuat terasa dari mulai desain,
musik, rasa, makanan, aroma, warna (Experience Korean Taste: sight, sound,
scent, taste, and touch) yang semuanya Korea banget!
Daebak merupakan sebuah ekspresi anak muda di
Korea Selatan akan hal yang mengagumkan atau kejutan yang menyenangkan.
Sehingga kata ini dekat dengan semangat dan kawula muda. Lambang yang dinamakan
“Daebak Typhoon” ini berbentuk pusaran angin yang mewakili daebak sebagai inti
dari sebuah gerakan yang lebih besar dan berpengaruh. Warna biru, merah dan
kuning cerahnya mencerminkan harmonisasi dan keceriaan. Motif batik mega
mendung menunjukkan bahwa kami dari Indonesia dan ingin dengan bangga
membawanya ke dunia. Sehingga diharapkan nama dan lambang ini dapat membuat
orang merasakan keunikan dan energi positifnya.
Mencari mitra bisnis yang tepat untuk usaha
Anda sebenarnya mudah untuk dilakukan. Hal inilah yang dialami oleh Refaldo
Fanther, salah seorang founder dari restoran Korea, Daebak. Dia mendapatkan
mitra bisnis yang kesemuanya adalah teman satu universitas serta pernah
mengikuti seminar bisnis bersama. Mitra bisnis Refaldo adalah Afrizal Juansyah,
yang juga pernah tinggal satu kos dengannya, Wiranti Sitoresmi dan Asiah
Syahidah.
AYAM LEPAS
Tidak gampang putus asa adalah salah satu
kunci sukses dalam menjalankan usaha. Karakter inilah yang kental tergambar
pada kepribadian pemilik usaha rumah makan Ayam Lepaas, Suparno. Hanya dalam
tiga tahun, dia mampu memiliki lebih dari 80 gerai.
Namanya mungkin terdengar singkat dan
sederhana, Suparno. Namun dengan kesederhanaan itulah, dia melafalkan bisnis
hingga mencapai sukses. Lelaki kelahiran Deli Serdang ini mampu membangun
gurita usaha rumah makan Ayam Lepaas.
Rumah makan yang dirintis di Aceh ini kini
berkembang pesat di Pulau Jawa, khususnya di kawasan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Sejak tahun 2009 hingga Maret 2013,
Suparno sudah memiliki 81 gerai Ayam Lepaas.
Lelaki kelahiran 31 Desember 1976 ini juga
mengembangkan usahanya ke Yogyakarta, Bali, hingga ke Malaysia. Selain pulau
besar di Indonesia, tahun ini kami sudah bersiap untuk membuka Ayam Lepaas di
Filipina, kata dia. Untuk tahun ini saja, Suparno berambisi membuka 40 gerai 50
gerai.
Suparno baru menerapkan sistem kerja sama
dalam wujud penanaman modal, bukan berupa kemitraan atau waralaba. Menurut
pengakuan Suparno, paling lama dalam waktu 25 bulan, modal investor senilai Rp
300 juta hingga Rp 500 juta untuk mengembangkan satu gerai, sudah bisa kembali.
Di awal usaha, omzet usaha ini hanya ratusan ribu per hari. Sekarang, ya, sudah
sesuai targetlah, kata Suparno.
Sambil memainkan telepon genggamnya, Suparno
bercerita, sejak di SMP saya sudah belajar bisnis, maklum orang tua saya hanya
seorang petani. Sebelumnya, sekitar tahun 1960-an, ayah saya hanya seorang
tenaga kontrak perkebunan, kisah Suparno sambil tetap tersenyum. Sejak SMP
hingga SMA,Suparno sudah mulai menjual berbagai hal seperti kue, tempe, hasil bumi,
dan kaus.
Bangkit dari keterpurukan
Selama tinggal di Aceh, Suparno sudah menjadi
pengungsi hingga dua kali yakni tahun 1990 dan 1998. Pada konflik tahun 1998,
saya pilih menetap di Aceh, sementara orang tua mengungsi ke Binjai, Medan.
Saya bertahan karena mau kuliah, jelas lulusan Teknik Pertanian Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh ini.
Bersama tujuh orang temannya, dia membuka
usaha les privat sempoa pada tahun 2001. Dengan modal Rp 500.000 usaha itu
berhasil menggaet sekitar 1.500 siswa. Namun karena berselisih dengan rekannya,
Suparno lantas meninggalkan usaha les privat itu pada tahun 2003.
Suparno banting setir jadi agen asuransi.
Profesi itu dilakoninya selama dua tahun. Setelah itu, Suparno mendirikan
sebuah koperasi. Tahun 2004 hingga 2005 di Aceh masih berstatus darurat militer
serta kondisi konflik yang mengakibatkan ekonomi Aceh terpuruk. Tapi, kondisi
tersebut malah jadi berkah. Saya memilih mendirikan koperasi simpan pinjam
untuk menggerakkan ekonomi, kata Suparno.
Tahun 2006, Suparno pun mulai menyusun segala
dokumen untuk mendirikan koperasi. Ketika dokumen siap, tsunami melanda Aceh.
Rencana batal karena semua warga disibukkan dengan pemulihan Aceh. Tapi tak
disangka, tetap ada orang yang mau memodali Suparno sebesar Rp 2 miliar untuk mendirikan
koperasi. Suparno memiliki 2.000 nasabah, namun 95% dari pinjaman nasabah
tergolong kredit macet.
Meski demikian, dia tidak putus asa dan
mencoba menjalankan bisnis lain. Dia pun ikut waralaba rumah makan ayam bakar
dengan modal Rp 50 juta. Usaha ini cukup berhasil. Saya coba membuka usaha
serupa dengan nama sendiri. Modal yang saya siapkan Rp 500 juta untuk membangun
dua rumah makan, kenang dia.
Eh, sebelum rumah makan terwujud, uang itu
lenyap gara-gara ditipu temannya. Saya stres luar biasa, butuh enam bulan untuk
bangkit, ujarnya.
Sungguh malang karena Suparno harus kena tipu
lagi sebesar Rp 15 juta. Ketika ingin menjajal bisnis mebel pun dia kena tipu
hingga Rp 1,3 miliar. Alhasil, Suparno mengingat, selama tahun 2007 dia menjadi
korban penipuan hingga total senilai Rp 3 miliar.
Belum cukup, pada tahun 2008, Suparno
mengalami kecelakaan yang cukup serius. Kompletlah apa yang saya rasakan,
tertipu, kecelakaan, dan tahun 2008 rumah makan dengan sistem waralaba yang
saya ikuti itu pun putus kontrak, kenangnya.
Suparno bingung bukan kepalang. Dia sudah
memiliki pelanggan tetapi dia tidak bisa memasak ayam bakar seperti yang ia
jual selama ini. Kalau waralaba kan tidak pusing dengan resep. Nah, ketika
kontrak kerja sama dengan waralaba itu habis, bingunglah saya karena tidak tahu
resep sama sekali, ujar dia sambil tertawa lepas.
Tapi, Suparno tidak putus asa. Dia memutuskan
untuk tetap berjualan ayam goreng dengan bumbu yang masih uji coba. Kami minta
maaf ke pelanggan karena rasa ayam goreng kami belum konsisten, ujarnya. Pada
10 November 2009, Suparno menggunakan
nama Ayam Lepaas sebagai bendera usahanya. Bumbu sederhana racikan Suparno,
ternyata, memikat lidah banyak pengunjung.
Konsep bisnis Ayam Lepaas yang sederhana, dari
sisi menu dan penyajian, justru membuat usaha ini berkembang dengan cepat. Orang makan itu butuh enak, cepat
penyajiannya, dan harga cocok di kantong,kata ayah dari lima anak ini tentang
kunci sukses Ayam Lepaas.
Iron-Tinted Brass Brushed Iron-Tinted Aluminum Frame
BalasHapusIron-Tinted Aluminum nano titanium flat iron Frame - A complete aluminum frame. pure titanium earrings Featuring titan metal a custom aluminum titanium grey frame, this chrome finish makes for an ideal frame for thaitanium any type of Rating: 5 · 1 review