Sejarah Koperasi (Tugas 2)
II. SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI
Koperasi
modern yang berkembang dewasa ini lahir pertama kali di Inggris, yaitu di kota
Rochdale pada tahun 1844. Koperasi timbul pada masa perkembangan kapitalisme
sebagai akibat revolusi industri. Pada awalnya, Koperasi Rochdale berdiri
dengan usaha penyediaan barang-barang konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari.
Akan tetapi seiring dengan terjadinya pemupukan modal koperasi, koperasi mulai
merintis untuk memproduksi sendiri barang yang akan dijual. Kegiatan ini
menimbulkan kesempatan kerja bagi
anggota yang belum bekerja dan menambah pendapatan bagi mereka yang sudah
bekerja. Pada tahun 1851, koperasi tersebut akhirnya dapat mendirikan sebuah
pabrik dan mendirikan peru-mahan bagi anggota-anggotanya yang belum mempunyai
rumah.
Pada tahun
1876, koperasi ini telah melakukan ekspansi usaha dibidang transportasi,
perbankan, dan asuransi. Pada tahun 1870, koperasi tersebut juga membuka usaha
dibidang penerbitan, berupa surat kabar yang terbit dengan nama Coorperative
News. The Women’s Coorperative Guild yang dibentuk pada tahun 1883, besar
pengaruhnya terhadap perkembangan gerakan koperasi, disamping memperjuangkan
hak-hak kaum wanita sebagai ibu rumah tangga, warga Negara, dan sebagai
konsumen.
Perpustakaan
koperasi merupakan perpustakaan bebas pertama di Inggris, sekaligus digunakan
untuk tempat berbagai kursus dan pemberantasan buta huruf. Kemudian Women Skill
Guild Youth Organization membentuk sebuah pusat yaitu Coorperative Union. Pada
tahun 1919, didirikanlah Coorperative College di Manchester yang merupakan
lembaga pendidikan tingi koperasi pertama. Revolusi industri di Perancis juga
mendorong berdirinya koperasi. Untuk mampu menghadapi serangan industri inggris,
Perancis berusaha mengganti mesin-mesin yang digunakan dengan mesin-mesin
modern yang berakibat pada peningkatan pengangguran. Kondisi inilah yang
mendorong munculnya pelopor-pelopor koperasi di Perancis seperti Charles
Fourier dan Louis Blanc.
Charles
Fourier (1772-1837) menyusun suatu gagasan untuk memperbaiki hidup masyarakat
dengan membentuk fakanteres, suatu perkumpulan yang terdiri dari 300 sampai 400
keluarga yang bersifat komunal. Fakanteres dibangun diatas tanah seluas lebih
kurang 3 mil yang akan digunakan sebagai tempat tinggal bersama, dan
dikelilingi oleh tanah pertanian seluas lebih kurang 150 hektar. Louis Blanc
(1811-1880) dalam bukunya Organization Labour menyusun gagasannya lebih
konkrit, dengan mengatakan bahwa persaingan merupakan sumber keburukan ekonomi,
kemiskinan, kemerosotan moral, kejahatan, krisis industri, dan pertentangan
nasional. Untuk mengatasinya, perlu didirikan social work-shop (etelier
sociaux). Dalam perkumpulan ini, para produsen perorangan yang mempunyai usaha
yang sama disatukan. Dengan demikian, perkumpulan ini mirip dengan koperasi
produsen. Pada tahun 1844 kaum buruh di Perancis menuntut pemerintah untuk
melaksanakan gagasan Louis Blanc untuk mendirikan koperasi, tetapi koperasi ini
kemudian bangkrut.
Disamping
Negara-negara tersebut, koperasi juga berkembang di Jerman yang dipelopori
Ferdinan Lasalle, Friedrich W. Raiffesen (1818 – 1888), dan Herman Schulze
(1808 – 1883) di Denmark dan sebagainya. Dalam perjalanan sejarah, koperasi
tumbuh dan berkembang ke seluruh dunia disamping badan usah lainnya. Setengah
abad setelah pendiri Koperasi Rochdale, seiring dengan berkembangnya koperasi
diberbagai Negara, para pelopor koperasi sepakat untuk membentuk International
Coorperative Alliance (ICA-Persekutuan Koperasi Internasional) dalam Kongres
Koperasi Internasional yang pertama pada tahun 1896, di London. Dengan terbentuknya
ICA, maka koperasi telah menjadi suatu gerakan internasional.
SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA
Menurut
Sukuco dalam bukunya “Seratus Tahun Koperasi di Indonesia”, bdan hokum koperasi
pertama di Indonesia adalah sebuah koperasi di Leuwiliang, yang didirikan pada
tanggal 16 Desember 1895. Pada hari itu, Raden Ngabei Ariawiriaatmadja, Patih
Purwokerto, bersama kawan-kawan, telah mendirikan Bank Simpan-Pinjam untuk
menolong sejawatnya para pegawai negeri pribumi melepaskan diri dari cengkeraman
pelepas uang, yang dikala itu merajalela. Bank Simpan-Pinjam tersebut, semacam
Bank Tabungan jika dipakai istilah UU No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perbankan, diberi nama “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche
Hoofden”. Dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih sama dengan Bank Simpan
Pinjam para “priyayi” Purwokerto. Dalam bahasa Inggris (bagi generasi pasca
bahasa Belanda) sama dengan “the Purwokerto Mutual Loan and Savings Bank for
Native Civil Servants”. Para pegawai (punggawa atau ambtenaar) pemerintah
colonial Belanda biasa disebut “priyayi”, sehingga banknya disebut sebagai
“bank priyayi”. “Gebrakan” Patih Wiriaatmadja ini mendapat dukungan penuh
Asisten Residen Purwokerto E. Sieburg, atasan sang Patih. (Sumber: Penjelasan
dari Ir Hadianto Martosubroto, M.Sc., Ketua Perkumpulan ‘trah’ Raden
Ariawiriaatmadja, Jakarta, 1995).
Indonesia
baru menganal perundang-undangan koperasi pada tahun 1915, yaitu dengan
diterbitkannnya “Verordening op de Coorperative Vereninging”, Kononklijk
besluit 7 April 1915, Indisch Staatsblad No.431. peraturan tersebut tidak ada
bedanya dengan Undang-Undang Koperasi
Negeri Belanda menurut Staatsblad tahun 1876 No.277. Jadi, karena
perundang-undangan koperasi baru ada pada tahun 1915, maka pada tahun 1895
badan hukum koperasi belum dikenal di Indonesia. Pada tahun 1920, diadakan
Coorperative Commissie yang diketuai oleh Dr.JH. Boeke sebagai Adviseur voor
Volks-credietwezen. Komisi ini diberi tugad untuk menyelidiki, apakah koperasi
bermanfaat di Indonesia. Hasilnya diserahkan kepada Pemerintah pada bulan
September 1921, dengan kesimpulan bahwa koperasi dibutuhkan untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan lingkungan
strategis, maka pada tahun 1927 dikeluarkanlah Regeling Inlandsche Coorperative
Vereenigingen (sebuah peraturan tentang Koperasi yang khusus berlaku bagi
golongan bumi putra).
Pada tanggal
12 Juli 1947, diselenggarakan kongres gerakan koperasi se-Jawa yang pertama di
Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut, diputuskan terbentuknya Sentral Organisasi
Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI, menjadikan tanggal 12 Juli
sebagai Hari Koperasi, serta menganjurkan diadakannya pendidikan koperasi di
kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat. Pada tahun 1960, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.140 tentang Penyaluran Bahan Pokok dan
menugaskan koperasi sebagai pelaksananya. Kemudian pada tahun 1961,
diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk
melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Sejak saat itu,
langkah-langkah mempolitikan koperasi mulai tampak.
Pada tahun 1965, Pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1965, dimana prinsip NASAKOM diterapkan
pada koperasi. Pada tahun itu juga dilaksanakan Munaskop II di Jakarta, yang
merupakan pengambilalihan koperasi oleh kekuatan-kekuatan politik sebagai
pelaksanaan UU. Kemudian, pada tahun 1967, Pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang No. 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang mulai
berlaku tanggal 18 Desember 1967. Dengan berlakunya UU ini, semua koperasi
wajib menyesuaikan diri dan dilakukan penertiban organisasi koperasi. Keharusan
menyesuaikan diri dengan UU tersebut mengakibatkan penurunan jumlah koperasi,
dari sebesar 64.000 unit (45.000 unit diantaranya telah berbadan hukum) tinggal
menjadi 15.000 unit. Pada tahun 1992, UU No. 12 Tahun 1967 tersebut
disempurnakan dan diganti menjadi UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Disamping itu pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9
Tahun 1995 tentang Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan
pemerintah tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan koperasi dalam usaha
jasa keuangan, yang membedakan koperasi yang bergerak di sektor moneter dan
sektor riil.
Daftar Pustaka
Koperasi Teori dan Praktik, Drs. Arifin Sitio, M.Sc,.
Penerbit Erlangga, Jakarta 2001
Komentar
Posting Komentar